Kumpulan Kisah Annida ini merupakan kumpulan dari cerpen2 interaktif yang diambil dari situs Annida-online, Salah satu cerpen nya yaitu :
Sepuluh Hari Tanpa Pulsa Penulis: Adi Zam Zam
Lima puluh rupiah? Huh!
Kiran tepuk dahinya sendiri. Seekor nyamuk jantan yang iseng mengecup dahinya langsung menemui ajal secara tragis. Sekarat, muncrat, lumat. Pantas saja itu hape nggak konek-konek ke alamat website titipan Yeni. Tiga hari yang lalu Yani mesem-mesem mendekatinya dengan mimik seorang penjilat.
“Ran, tolong carikan website ini sama website itu dong. Ada lomba nulis lagi nih. Tapi untuk keterangan lebih lanjut, mereka nyuruh ngecek ke websitenya langsung.”
Kenapa nggak ke warnet saja sih?! Teriakan itu tersangkut di tenggorokan Kiran, lalu kembali ke perut bersama ludah. Entah mengapa mulutnya justru bicara begini, “Iya deh, tapi besok-besok yua, kalau Kiran ada waktu senggang.”
Pasti itu cewek melihat (atau malah memata-matai) saat kemarin Kiran mengisi pulsa.Setiap yang mendengarnya (sengaja atau tidak) pasti langsung geleng-geleng kepala karena kepercayaan bahwa setiap cewek berjilbab pasti tutur katanya juga halus dan sopan. Sekarang solusinya bagaimana? Kemarin itu adalah pulsa keenamnya! Seratus ribuan lagi Kiran menghabiskan dana untuk Mas Triji (baca: 3G) tersayangnya. Dan dana suntikan dari ortu sudah krisis. Suntikan dana baru, baru akan datang sepuluh hari lagi, untuk bulan berikutnya tentunya.
Kenapa bisa sampai kelupaan begini sih? Alasan apa yang akan ia sodorkan ke Yeni? Bisa-bisa itu cewek menuduhnya nenek moyang Kiran yang Pelit bin Medit bin Ngirit.Padahal Yeni tahu sendiri kalau Kiran tak pernah ngirit dalam masalah pulsa. Kiran terkenal loyal belanja pulsa, pun dalam soal beramal dengan benda yang amat disayanginya. Meski kadang terselipi rasa pamer.
“Nih, nih, nelpon pakai hape-ku saja. Mumpung dapat gratisan nelpon sepuluh menit ke sesama!”
Dan kalimat itu entah mengapa terasa kurang lengkap jika tidak ditambahi, “Kemarin sih Papa nawarin si Berry item, tapi aku kasihan beliau. Lagipula anak SMA dikawal mas Berry, kesannya kok pemborosan banget ya? Jadi aku minta status sosialnya tengahan saja. Nggak kelas konglo, nggak juga kelas melo.”
“Melo apaan sih, Ran?” temannya yang rada bingung langsung menyela.
“Kalau orang lain melihat, komentarnya cuma, alaah triji murahan! Akibatnya perasaan jadi melo kan?”
“Ooo...” Teman-temannya langsung tersenyum getir sambil geleng-geleng kepala. Kiran kurang ngeh bahwa sebenarnya teman-temannya sering menggunjing di belakang punggungnya, “Kasihan sama ortu, tapi kok edan-edanan kalau beli pulsa?”
“Kalian ngomongin aku ya?” Karena sering dilirik, Kiran langsung mendatangi kerumunan teman-temannya.
“Kami cuma ngomongin tentang penyakit shophaholic jenis baru, Ran.”
“Oya, penyakit apa itu?”
“Pulsaholic!” Mereka kompak menjawab.Telinga Kiran langsung berasap. Tut... tut... tut... Mukanya merah padam. Tangan kanannya mengepal ke atas. Kereta siap berangkat! “Tukang gunjing itu tempatnya di neraka!” bentak Kiran.
Sepuluh Hari Tanpa Pulsa Penulis: Adi Zam Zam
Lima puluh rupiah? Huh!
Kiran tepuk dahinya sendiri. Seekor nyamuk jantan yang iseng mengecup dahinya langsung menemui ajal secara tragis. Sekarat, muncrat, lumat. Pantas saja itu hape nggak konek-konek ke alamat website titipan Yeni. Tiga hari yang lalu Yani mesem-mesem mendekatinya dengan mimik seorang penjilat.
“Ran, tolong carikan website ini sama website itu dong. Ada lomba nulis lagi nih. Tapi untuk keterangan lebih lanjut, mereka nyuruh ngecek ke websitenya langsung.”
Kenapa nggak ke warnet saja sih?! Teriakan itu tersangkut di tenggorokan Kiran, lalu kembali ke perut bersama ludah. Entah mengapa mulutnya justru bicara begini, “Iya deh, tapi besok-besok yua, kalau Kiran ada waktu senggang.”
Pasti itu cewek melihat (atau malah memata-matai) saat kemarin Kiran mengisi pulsa.Setiap yang mendengarnya (sengaja atau tidak) pasti langsung geleng-geleng kepala karena kepercayaan bahwa setiap cewek berjilbab pasti tutur katanya juga halus dan sopan. Sekarang solusinya bagaimana? Kemarin itu adalah pulsa keenamnya! Seratus ribuan lagi Kiran menghabiskan dana untuk Mas Triji (baca: 3G) tersayangnya. Dan dana suntikan dari ortu sudah krisis. Suntikan dana baru, baru akan datang sepuluh hari lagi, untuk bulan berikutnya tentunya.
Kenapa bisa sampai kelupaan begini sih? Alasan apa yang akan ia sodorkan ke Yeni? Bisa-bisa itu cewek menuduhnya nenek moyang Kiran yang Pelit bin Medit bin Ngirit.Padahal Yeni tahu sendiri kalau Kiran tak pernah ngirit dalam masalah pulsa. Kiran terkenal loyal belanja pulsa, pun dalam soal beramal dengan benda yang amat disayanginya. Meski kadang terselipi rasa pamer.
“Nih, nih, nelpon pakai hape-ku saja. Mumpung dapat gratisan nelpon sepuluh menit ke sesama!”
Dan kalimat itu entah mengapa terasa kurang lengkap jika tidak ditambahi, “Kemarin sih Papa nawarin si Berry item, tapi aku kasihan beliau. Lagipula anak SMA dikawal mas Berry, kesannya kok pemborosan banget ya? Jadi aku minta status sosialnya tengahan saja. Nggak kelas konglo, nggak juga kelas melo.”
“Melo apaan sih, Ran?” temannya yang rada bingung langsung menyela.
“Kalau orang lain melihat, komentarnya cuma, alaah triji murahan! Akibatnya perasaan jadi melo kan?”
“Ooo...” Teman-temannya langsung tersenyum getir sambil geleng-geleng kepala. Kiran kurang ngeh bahwa sebenarnya teman-temannya sering menggunjing di belakang punggungnya, “Kasihan sama ortu, tapi kok edan-edanan kalau beli pulsa?”
“Kalian ngomongin aku ya?” Karena sering dilirik, Kiran langsung mendatangi kerumunan teman-temannya.
“Kami cuma ngomongin tentang penyakit shophaholic jenis baru, Ran.”
“Oya, penyakit apa itu?”
“Pulsaholic!” Mereka kompak menjawab.Telinga Kiran langsung berasap. Tut... tut... tut... Mukanya merah padam. Tangan kanannya mengepal ke atas. Kereta siap berangkat! “Tukang gunjing itu tempatnya di neraka!” bentak Kiran.
Download : Kumpulan Kisah Annida
Artikel yang sama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar