Sebut saja Kasan namanya. Ia salah satu perantau yang terdampar di stasiun Gambir jadi tukang angkut. Ia terpaksa ke kota karena terjadi penjahat merajalela di kampungnya. Ada tujuan khusus bagi misinya di Jakarta: mendapatkan senjata untuk melawan perampok di daerahnya. Sementara itu kehidupan ibukota terus berlangsung begitu saja dengan sendirinya salah satunya di gerbong kereta api di stasiun Gambir yang dekat Monas. Stasiun kota dan Gambir menjadi favorit di tahun limapuluhan bagi pendatang baru dari pelosok yang coba-coba mengadu nasib jadi kuli angkut barang. Dari stasiun yang disebut pertama barang dagangan didistribusikan dari kawasan kota berpenduduk mayoritas orang Tionghoa. Dan itu juga membawa rejeki bagi porter stasiun yang biasanya sepanjang hari terus berada di stasiun, tidur di gerbong malam hari dan jika sakit pun berdiam terus di gerbong yang sudah tidak dioperasikan itu bisa juga menjadi ruang yang hangat dan nyaman di malam hari.
Cerita dari Jakarta menggambarkan suasana tahun 1950-an sesuatu yang berbeda dari imajinasi penduduk di pelosok bahwa uang dengan mudah didapat di kota-kota besar macam Jakarta. Kenyataannya memang demikian bagi yang beruntung uang receh atau uang gede mudah didapatkan dengan bekerja di perusahaan besar atau menjadi pegawai negeri tentu kalau punya tampang dan ijasah cukup, bagi yang kurang beruntung tidak memiliki pekerjaan yang baik, pekerjaan kantoran, maka yang tersedia adalah kerja badan: itupun bagi yang mau bermandi keringat dan berusaha akan tetapi yang lain lagi pekerjaan kasar pun sulit didapat karena ketatnya persaingan maka untuk sekadar makan sederhana bahkan sepotong singkong atau ubi yang mudah didapat di desa ibu kota Jakarta bisa berubah jadi neraka kehidupan. Panas udaranya panas temperamen manusianya dan panas-panasan pekerjaan yang mudah tersedia bagi orang dari pelosok, tukang parkir dan kuli angkut barang.
Download : Cerita dari Jakarta
Artikel yang sama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar